Bank merupakan perusahaan perantara,
yang menjual jasa kredit dengan harga bunga. Bank mendapat penghasilannya dari
selisih antara bunga kredit yang merupakan penerimaannya, dan bunga deposito
yang harus dibayarnya atas simpanan/deposito, yang merupakan biaya dana bank.
Selisih antara bunga kredit dan bunga deposito disebut “spread”. Dari selisih
itu bank harus membayar biaya operasinya (gaji pegawai, biaya administrasi,
membayar pajak, dan sebagainya).
Bila suku bunga deposito yang ditawarkan
bank itu tinggi, masyarakat akan terdorong untuk mendepositokan uangnya pada
bank sehingga dana yang terhimpun di bank banyak. Akan tetapi, suku bunga
deposito yang tinggi juga membuat kredit mahal untuk perusahaan yang mau pinjam
uang dari bank. Sebaliknya jika bunga deposito rendah, suku bunga kredit juga
bisa rendah, dan masyarakat akan terdorong untuk lebih banyak pinjam uang dari
bank. Akan tetapi justru lebih sulit bagi bank untuk menghimpun dana/tabungan
dari masyarakat.
Karena uang yang ada pada bank sebagian terbesar milik orang lain yang
hanya dititipkan padanya, maka bank harus sungguh hati-hati dalam menjalankan
keuangannya. Kebijaksanaan masalah
ekonomi bank terletak dalam menjaga keseimbangan yang
tepat antara dua hal: di satu pihak keinginan untuk memperoleh keuntungan
dengan jalan meminjamkan uang kepada orang lain (atau menanamkannya dalam
surat-surat berharga) dengan memperoleh bunga. Ini segi rentabilitas. Di lain
pihak adanya tuntutan likuiditas dan solvabilitas bank karena uang itu pada
suatu saat akan (dapat) diminta kembali oleh pemiliknya. Banyak pokok masalah ekonomi yang dihadapi
oleh bank sebagai “perusahaan”.
Pokok masalah
ekonomi bank dapat juga di lihat dari neraca bank, yaitu dari perbandingan antara
jumlah dana yang dititipkan pada bank (Pasiva/kewajiban) dan jumlah
pinjaman/kredit yang diberikan oleh bank (Aktiva). Demikian pula perbandingan
antara pendapatan (dari bunga kredit) dan biaya dana (dalam bentuk bunga
deposito) pada rekening rugi/laba.
Perhatikan secara khusus dua ukuran masalah ekonomi bank yang dewasa
ini selalu ditekankan:
1. CAR (Capital Adequacy Ratio) = perbandingan antara modal dan aset tertimbang menurut tingkat risiko. Bank wajib menyediakan modal 1% dari aktiva produktifnya; ditambah 3% dari aktiva produktif yang kurang lancar; 50% dari aktiva yang diragukan; dan 100% dari aktiva yang macet. Jumlah modalnya minimal harus mencapai 8% dari jumlah assetnya yang dinilai berisiko. Misalnya aset yang berisiko sebesar Rp 100 milyar, modal minimal yang dibutuhkan adalah Rp8 milyar.
2. LDR (Loan to Deposit Ratio) = perbandingan antara dana yang dikumpulkan bank dan masyarakat dengan total kredit yang dikucurkan. B1 memberikan penilaian “positif’ bila LDR berada di bawah 85%; “netral” jika LDR berada antara 85% hingga 110%; dan “negatif’ jika angka LDR itu di atas 110%.
1. CAR (Capital Adequacy Ratio) = perbandingan antara modal dan aset tertimbang menurut tingkat risiko. Bank wajib menyediakan modal 1% dari aktiva produktifnya; ditambah 3% dari aktiva produktif yang kurang lancar; 50% dari aktiva yang diragukan; dan 100% dari aktiva yang macet. Jumlah modalnya minimal harus mencapai 8% dari jumlah assetnya yang dinilai berisiko. Misalnya aset yang berisiko sebesar Rp 100 milyar, modal minimal yang dibutuhkan adalah Rp8 milyar.
2. LDR (Loan to Deposit Ratio) = perbandingan antara dana yang dikumpulkan bank dan masyarakat dengan total kredit yang dikucurkan. B1 memberikan penilaian “positif’ bila LDR berada di bawah 85%; “netral” jika LDR berada antara 85% hingga 110%; dan “negatif’ jika angka LDR itu di atas 110%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar