Senin, 19 Desember 2011

pengertian mekanisme dan harga pasar


Pengertian permintaan dan penawaran termasuk perangkat analisis yang dikembangkan oleh para ahli ekonomi untuk lebih dapat memahami proses ekonomi yang tetjadi di dalam masyarakat. Dalam bagian ini akan dibicarakan pengertian permintaan (Demand), penawaran (Supply), dan interaksi antara keduanya yang bersama-sama membentuk harga (Price) di pasar (Market).
Yang ditekankan adalah bagaimana hubungan antara jumlah barang yang man dibeli atau dijual, dan harga barang itu, apa yang menyebabkan perubahan harga, dan bagaimana reaksi pembeli dan penjual bila ada perubahan harga. Dengan bantuan pengertian ini, diharapkan Anda dapat lebih memahami bagaimana cara keerja sistem harga dan pasar dalam memecahkan masalah pokokekonomi
— Pembeli dan harga pasar: Permintaan
— Penjual den harga barang: Penawaran
— Harga keseimbangan: head interaksi permintaan den penawaran di pasar
Apa,bagaiman,dan untuk siapa. Lagipula mengapa pemerintah dalam beberapa hal perlu campur tangan untuk memodifikasi sistem pasar bebas demi kepentingan masyarakat.
Pembeli dan harga barang: permintaan
Untuk hidup layak dalam masyarakat, orang membutuhkan aneka ragam barang dan jasa. Yang tidak dapat diusahakan sendiri atau di produksi, terpaksa harus dibeli. Dibeli berarti orang harus membayar harganya. Berapa jumlah dari suatu barang tertentu yang dibeli oleh masyarakat tergantung dari berbagai faktor:
Berapa jumlah pembelinya;
Berapa banyak uang yang mereka miliki untuk dibelanjakan;
Berapa mahal harga barang;
Berapa harga barang – barang lain;
Termasuk kebutuhan pokokkah barang itu juga mode dan selera konsumen. Gengsinya dalam masyarakat, dan masih banyak lainnya lagi. Karena tidak mungkin semua faktor yang ikut berpengaruh dibahas sekaligus, dalam pasal ini kite fokuskan perhatian pada hubungan antara jumlah suatu barang/jasa yang mau dibeli (Quantity demanded) dan harga (Price) barang itu. Faktor-faktor lain yang mungkin ikut mempengaruhi jumlah yang mau dibeli itu untuk sementara dikesampingkan dulu dengan anggapan “ceteris paribus”.

Yang mempengaruhi elastisitas penawaran


Faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi elastisitas penawaran adalah waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan produksi dengan perubahan permintaan masyarakat, dan biaya produksi kalau produksi diperbesar atau diperkecil.
Misalnya, seorang petni yang membawa basil kebunnya ke pasar untuk dijual (sayuran, buah-buahan, bunga). Penawarannya akan inelastis. Mengapa? Kalauharga di pasar lebih tinggi daripada yang diharapkannya, ia tidak segera akan dapat menawarkan lebih banyak karna harus menunggu musim berikut. Dan kalau harga lebih rendah daripada yang diharapkan, ia tetap akan menjual seluruh persediaannya karna barang-barang ini tidak dapat disimpan lama. Umumnya penawaran hasil-hasil pertanian bersifat inelastis.
Waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan jumlah yang ditawarkan (Qs) dengan perubahan harga dapat dibedakan:
A. Jangka waktu sangat pendek
Dalam waktu satu/beberapa hari saja semua input tetap: oleh karena itu, para produsen/penjual tidak dapat segera menambah jumlah yang ditawarkan, meskipun konsumen bersedia membayar harga yang tinggi. Jumlah barang yang ditawarkan tergantung dari banyaknya persediaan yang ada pada saat itu. Maka, dalam jangka waktu sangat pendek penawaran bersifat inelastis.
B. Jangka pendek
Diartikan jangka waktu yang cukup untuk memungkinkan para
produsen menambah jumlah produksinya dengan jalan menambah input variabel (dengan bekerja lebih keras/lama, mempergunakan lebih banyak bahan, dsb.), tetapi tidak cukup lama untuk memperbesar kapasitas produksi yang ada (areal pertanian, modal tetap seperti bangunan pabrik, mesin-mesin, dll).
Dalam keadaan demikian penawaran dapat elastis, dapat juga inelastis, tergantung jenis barang dan proses produksinya. Kalau memperbesar produksi menyebabkan biaya naik dengan cepat, make S akan inelastic. Tetapi kalau biaya produksi hampir tidak naik dengan pertambahan produksi, S akan bersifat elastis. Umumnya, hasil pertanian suplainya inelastic, sedang hasil pabrik lebih elastis.
C. Jangka panjang
Diartikan jangka waktu yang cukup lama hingga para produsen
dapat menambah kapasitas produksi dengan menambah modal tetap (pabrik baru, mesin-mesin, perluasan areal pertanian, dsb) untuk menyesuaikan produksi dengan permintaan masyarakat. Makin lama jangka waktu, makin elastis penawaran.
Dalam jangka panjang, perkembangan teknik produksi di sektor industri dan produksi secara besar-besaran malah dapat menyebabkan harga turun, sehingga barang¬barang yang dulu dipandang barang mewah dan mahal menjadi barang kebutuhan biaya yang terbeli juga oleh orang banyak (misalnya, radio transistor, kalkulator, dsb).


masalah ekonomi bank


Bank merupakan perusahaan perantara, yang menjual jasa kredit dengan harga bunga. Bank mendapat penghasilannya dari selisih antara bunga kredit yang merupakan penerimaannya, dan bunga deposito yang harus dibayarnya atas simpanan/deposito, yang merupakan biaya dana bank. Selisih antara bunga kredit dan bunga deposito disebut “spread”. Dari selisih itu bank harus membayar biaya operasinya (gaji pegawai, biaya administrasi, membayar pajak, dan sebagainya).
Bila suku bunga deposito yang ditawarkan bank itu tinggi, masyarakat akan terdorong untuk mendepositokan uangnya pada bank sehingga dana yang terhimpun di bank banyak. Akan tetapi, suku bunga deposito yang tinggi juga membuat kredit mahal untuk perusahaan yang mau pinjam uang dari bank. Sebaliknya jika bunga deposito rendah, suku bunga kredit juga bisa rendah, dan masyarakat akan terdorong untuk lebih banyak pinjam uang dari bank. Akan tetapi justru lebih sulit bagi bank untuk menghimpun dana/tabungan dari masyarakat.
Karena uang yang ada pada bank sebagian terbesar milik orang lain yang hanya dititipkan padanya, maka bank harus sungguh hati-hati dalam menjalankan keuangannya. Kebijaksanaan masalah ekonomi bank terletak dalam menjaga keseimbangan yang tepat antara dua hal: di satu pihak keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan jalan meminjamkan uang kepada orang lain (atau menanamkannya dalam surat-surat berharga) dengan memperoleh bunga. Ini segi rentabilitas. Di lain pihak adanya tuntutan likuiditas dan solvabilitas bank karena uang itu pada suatu saat akan (dapat) diminta kembali oleh pemiliknya. Banyak pokok masalah ekonomi yang dihadapi oleh bank sebagai “perusahaan”.
Pokok masalah ekonomi bank dapat juga di lihat dari neraca bank, yaitu dari perbandingan antara jumlah dana yang dititipkan pada bank (Pasiva/kewajiban) dan jumlah pinjaman/kredit yang diberikan oleh bank (Aktiva). Demikian pula perbandingan antara pendapatan (dari bunga kredit) dan biaya dana (dalam bentuk bunga deposito) pada rekening rugi/laba.
Perhatikan secara khusus dua ukuran masalah ekonomi bank yang dewasa ini selalu ditekankan:
1. CAR (Capital Adequacy Ratio) = perbandingan antara modal dan aset tertimbang menurut tingkat risiko. Bank wajib menyediakan modal 1% dari aktiva produktifnya; ditambah 3% dari aktiva produktif yang kurang lancar; 50% dari aktiva yang diragukan; dan 100% dari aktiva yang macet. Jumlah modalnya minimal harus mencapai 8% dari jumlah assetnya yang dinilai berisiko. Misalnya aset yang berisiko sebesar Rp 100 milyar, modal minimal yang dibutuhkan adalah Rp8 milyar.
2. LDR (Loan to Deposit Ratio) = perbandingan antara dana yang dikumpulkan bank dan masyarakat dengan total kredit yang dikucurkan. B1 memberikan penilaian “positif’ bila LDR berada di bawah 85%; “netral” jika LDR berada antara 85% hingga 110%; dan “negatif’ jika angka LDR itu di atas 110%.

jenis dan kepemilikan bank


Jenis-jenis bank yang ada di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Jenis-jenis perbankan berdasarkan UU Perbankan No.10 tahun 1998 berbeda dengan ketentuan sebelumnya, yaitu UU No. 14 tahun 1967. Namun kegiatan utama atau pokok bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda.
Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari fungsi bank, dan kepemilikan bank. Dari segi fungsi, perbedaan terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan perusahaan dapat dilihat dari segi pemilikan saham yang ada dan akte pendiriannya. Perbedaan lainnya adalah dilihat dari segi siapakah nasabah yang mereka layani, apakah masyarakat luas atau masyarakat di lokasi tertentu (kecamatan). Jenis perbankan juga diklasifikasikan berdasarkan caranya menentukan harga jual dan harga beli.
Adapun jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain:
a. Dilihat dari segi fungsinya
Menurut UU Pokok Perbankan nomor 14 Tahun 1967 jenis perbankan menurut fungsinya terdiri atas: Bank Umum, Bank Pembangunan, Bank Tabungan, Bank Pasar, Bank Desa, Lumbung Desa, atau Bank Pegawai.
Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya UU RI nomor 10 tahun 1998, jenis perbankan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsi menjadi Bank Umum, sedangkan Bank Desa, Bank Pasar, Lumbungan desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Adapun pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai denan UU No. 10 tahun 1998 adalah sebagai berikut:
1) Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip-prinsip syariah dalam memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, artinya dapat memberikan seluruh
 jasa perbankan yang ada. Wilayah operasi bank umum mencakup seluruh wilayah. Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank)
2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya, kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan Bank Umum. Dengan demikian, dewasa ini di Indonesia terdapat tiga macam bank yaitu bank Sentral, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat.
Tugas pokok Bank Sentral adalah:
1) mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai rupiah
2) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
b. Dilihat dari segi kepemilikannya
Ditinjau dari segi kepemilikan adalah siapa pun yang turut andil dalam pendirian suatu bank. Kepemilikan bank dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimilikinya.
Jenis bank dilihat dari segi kepemilikannya terdiri atas:
1) Bank milik pemerintah
Pada jenis bank ini, akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungannya juga dimiliki oleh pemerintah. Contoh bank milik pemerintah antara lain:
- Bank Negara Indonesia 46 (BNI)
- Bank Rakyat Indonesia (BRI)
- Bank Tabungan Negara (BTN)
Sedangkan bank milik pemerintah daerah (Pemda) terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II. Contoh bank pemerintah daerah adalah BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, BPD Sumatera Utara, BPD Sumatra Selatan, BPD Sulawesi Selatan, dan BPD lainnya:
2) Bank milik swasta nasional
Bank jenis ini, seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional. Akte pendiriannya menunjukkan kepemilikan swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk pihak swasta. Contoh bank milik swasta nasional antara lain: Bank Muamalat, Bank Central Asia, Bank Bumi Putra, Bank Danamon, Bank Duta, Bank Nusa Internasional, Bank Niaga, Bank Universal, Bank Internasional Indonesia:
3) Bank milik Koperasi
Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh badan hukum koperasi, contohnya adalah Bank Umum Koperasi Indonesia;
4) Bank milik asing
Bank asing ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Contoh bank asing antara lain: ABN AMR() Bank, Deutsche Bank, American Express Bank, Bank of Amerika, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, Europen Asian Bank, Hongkong Bank, Standard Chartered Bank, Chase Manhattan Bank:
5) Bank milik campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Saham bank campuran secara mayoritas dimiliki oleh warga negara Indonesia. Contoh bank campuran antara lain : Sumitono Niaga Bank, Bank Merincop, Bank Sakura Swadarma, Bank Finconesia, Mitsubishi Buana Bank, Inter Pacifik Bank, Paribas BBD Indonesia, Ing Bank, Sanwa Indonesia Bank, dan Bank PDFCI.
c. Dilihat dari segi status
Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat, bank umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua macam. Pengklasifikasian ini berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari jumlah produk, modal, maupun kualitas pelayanannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteris tertentu.
Status bank yang dimaksud adalah:
1) Bank Devisa
Adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. Misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, traveller cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.
2) Bank Non-Devisa
Adalah bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan seperti halnya bank devisa. Jadi bank non-devisa hanya dapat melakukan transaksi dalam batas-batas negara.
d. Dilihat dari segi cara menentukan harga
Dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik harga jual maupun harga beli, bank terbagi dalam 2 jenis berikut:
1) Bank yang berdasarkan prinsip konvensional
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia dimana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda.
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga bagi para nasabahnya, bank konvensional menggunakan metode:
a) Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan, maupun deposito. Demikian pula, harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bunga pinjaman, dikenal dengan istilah negative spread. Kondisi ini telah terjadi pada akhir tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999.
b) Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak perbankan dapat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.
2) Bank yang berdasarkan prinsip syariah
Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun di luar negeri terutama di negara timur tengah, bank yang berdasarkan prinsip syariah sudah berkembang pesat sejak lama.
Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah, penentuan harga produk sangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah menerapkan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam dengan pihak lain yang ingin menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.
Penentuan harga atau keuntungan pada bank yang berdasarkan prinsip syariah dilakukan dengan cara:
(a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
(b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
(c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
(d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
(e) Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Penentuan biaya-biaya jasa bank lainnya bagi bank syariah juga dilakukan sesuai Syariat Islam. Sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank syariah dasar hukumnya adalah Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Jenis bank ini mengharamkan penetapan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah, bunga adalah riba

Mengenai penghapus kredit macet

Pengertian dan Ruang Lingkup Penghapusan Kredit Macet(bad credit) Dalam praktik perbankan, pada tahap awal bank akan melakukan upaya penyelamatan kredit terhadap portofolio kredit yang tergolong kredit bermasalah (kredit kurang lancar, kredit diragukan, kredit macet). Upaya penyelamatan kredit dilakukan bank dengan menggunakan tiga cara secara berurutan yaitu:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling),
b. Persyaratan kembali (reconditioning),
c. Penataan kembali (restructuring atau restnikturisasi).
Jika upaya penyelamatan kredit dengan cara restruktutisasi tetap tidak berhasil dan portofolio kredit tetap macet, maka dapat menempuh cara penghapusankredit macet(bad credit). Penghapusan kredit macet(bad credit) (write-oft) sudah lazim dilakukan perbankan nasional sebagai salah satu cara untuk menurunkan tingkat rasio kredit bermasalah (rasio NPL) guna meningkatkan tingkat kesehatan bank Penghapusan kredit macet(bad credit) terdiri atas dua tahap yaitu: Hapus Buku (Penghapusan Bersyarat) dan Hapus Tagih (Penghapusan Mutlak). Hapus tagih pada umumnya baru dilakukan oleh pihak bank jika portofolio kredit macet(bad credit) tersebut sudah sangat sulit untuk ditagih atau karena biaya penagihannya sangat besar.
Meskipun sudah dihapus buku dan dihapus tagih, portofolio kredit macet(bad credit) masih mungkin untuk ditagih sehingga masih mungkin memberikan pemasukan uang kepada bank. Pemasukan semacam ini tetap harus dimasukkan ke dalam pembukuan bank yaitu dalam pos penghasilan lain-lain, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai penghasilan pribadi para pejabat bank menurut Dahlan M.
Sutalaksana, write-off didefinisikan sebagai penghapusbukuan. Dalam konteks perbankan istilah ini biasanya ditujukan untuk mengeluarkan rekening aset yang tidak produktif dan pembukuan, seperti kredit macet yang tidak dapat ditagih, namun demikian bank tetap berhak melakukan penagihan atas kredit macet itu sebisa mungkin. Penghapusbukuan kredit macet oleh bank pada dasarnya dapat dilakukan oleh bank sepanjang bank yang bersangkutan mampu untuk melaksanakannya, yaitu mempunyai cadangan dalam jumlah yang cukup.
Dalam hal cadangan yang dibentuk oleh bank belum mencukupi, maka penghapusbukuan kredit macet tersebut dapat dibebankan pada laba rugi sesudah pajak. Dalam pelaksanaannya penghapusbukuan kredit(credit) tersebut dilakukan secara sukarela maupun bersifat wajib (mandatory write off). Tujuan utama penghapusbukuan kredit macet terutama adalah untuk memperbaiki kondisi kualitas aktiva produktif bank-bank. Namun dalam penerapannya masih dianggap terdapat berbagai permasalahan, khususnya menyangkut ketentuan perpajakan, ketentuan rahasia bank dan berbagai permasalahan yang dihadapi bank-bank terutama bank yang telah go public.
Penghapusan kredit(credit) yang dilakukan oleh bank dapat dibedakan menjadi dua:
1. Penghapusbukuan secara administratif yang tidak menghilangkan hak tagih. Kredit(credit) yang dihapusbukukan tetap dicatat secara ekstra komtabel. Debitur tidak diberi tahu karena status debitur sebagai peminjam masih belum dihapuskan.
2. Penghapusbukuan yang dianggap rugi dan tidak ditagih lagi. Dalam hal ini bank benar-benar menanggung rugi dan jumlah kredit(credit) yang akan dihapus benar-benar akan dihapus dati neraca (baik on balance sheet maupun off balance sheet).
Hal ini terutama bagi debitur-debitur yang telah dinyatakan pailit. Penghapusan kredit (write-off) hanya diperbolehkan untuk portofolio kredit yang tergolong kredit macet(bad credit) Penghapusan kredit terdiri atas dua cara dan dua tahap yaitu:
a. Hapus buku atau penghapusan secara bersyarat atau conditional write-off dan,
b. Hapus tagih atau penghapusan secara mutlak atau absolute write-off.
Pada tahap pertama, bank akan melakukan hapus buku dengan cara mengeluarkan semua portofolio kredit macet dari pembukuan bank, namun bank tetap akan melakukan upaya penagihan kepada debitur. Jika program hapus buku tetap tidak berhasil mengembalikan uang kredit, maka bank dapat membuat program hapus tagih sehingga bank tidak perlu melakukan upaya penagihan kepada debitur. Selanjutnya jika program hapus tagih ternyata tetap tidak berhasil mengembalikan uang kredit yang ditargetkan, maka bank dapat melakukan penyelesaian kredit(credit) melalui jalur litigasi (pengadilan) maupun jalur nonlitigasi (di luar pengadilan).
Program hapus buku dan hapus tagih terhadap kredit macet harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan bank dan nasabah debitur. Program hapus buku dan hapus tagih terhadap kredit macet(bad credit) yang ada di bank umum, baik di bank swasta maupun bank BUMN, secara umum diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI), khususnya dalam Bab VII, Pasal 69 hingga Pasal 71 dan PBI 7/2005 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum. Di samping itu, program hapus buku dan hapus tagih sesuai amanat Pasal 8 Ayat (2) UU Perbankan (UU 10/1998) juga harus diatur dalam pedoman perkreditan yang harus ada di masing-masing bank. Program hapus buku dan hapus tagih juga harus terlebih dahulu disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di dalam sebuah Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih harus selalu didasari oleh hasil keputusan RUPS sesuai mekanisme korporasi. Direksi bank pada awalnya mengajukan usulan sejumlah portofolio kredit macet yang akan dihapus buku dan atau dihapus tagih kepada RUPS untuk dimintakan persetujuan. Mekanisme RUPS diatur dalam UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas Bab VI Pasal 75 hingga Pasal 91. Pemegang saham mayoritas sangat menentukan hasil keputusan RUPS. Khusus bagi bank BUMN, hasil keputusan RUPS sangat dipenganihi oleh kebijakan Pemerintah selaku pemegang saham mayoritas di bank BUMN.

kurva permintaan

permintaan individual, yaitu permintaan dari satu keluarga tertentu saja dengan jumlah anggota keluarga, selera makan, kebutuhan, dan penghasilan tertentu. Tetapi, masyarakat terdiri dari jutaan keluarga. Apabila jumlah beras yang mau dibeli oleh masyarakat (kota, daerah, provinsi, atau seluruh negara) pada berbagai tingkat harga itu dijumlah, kita peroleh permintaan pasar (market demand).
Bentuk kurva permintaan pasar pada dasarnya serupa dengan kurva permintaan individual tadi. Hanya skala pada sumbu horisontal akan berbeda, sebab jumlah yang mau dibeli oleh seluruh masyarakat itu diukur dalam ribuan, bahkan mungkin jutaan ton. Dalam pembicaraan selanjutnya yang dipakai adalah kurva permintaan pasar. Sebab permintaan masyarakatlah yang memberikan isyarat kepada dunia usaha tentang apa dan berapa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Mengapa terjadi demikian?
Hukum permintaan menunjuk pada fakta bahwa kalau harga suatu barang dan jasa naik, maka jumlah yang mau dibeli cenderung menjadi lebih sedikit, sedang kalau harganya turun, maka jumlah yang mau dibeli masyarakat akan lebih banyak. Sekarang kita bertanya mengapa terjadi demikian? apa sebabnya jumlah yang mau dibeli berkurang maka harga barang itu akan naik dan bertambah bila harganya turun? Pada dasarya ada tiga alasan yang dapat menjelaskan gejala tersebut:

1. Pengaruh Penghasilan (Income effect)
Kalau harga suatu harang naik, maka dengan jumlah uang atau penghasilan yang sama orang terpaksa hanya dapat membeli jumlah barang lebih sedikit. Sebaliknya jika harga barang itu turun, dengan penghasilan yang sama orang dapat membeli lebih banyak barang tersebut (dan mungkin juga barang-barang lainnya), sebab penghasilan rillnya naik.
Misalnya, dalam contoh diatas: pada harga beras Rp 3.000/kg, keluarga tersebut dapat membeli 40 kilogram beras per bulan. Tetapi kalau, harga beras naik menjadi Rp4.000/kg, dengan jumlah uang yang sama mereka hanya dapat membeli 30 kilogram beras per bulan.
Hal yang sama berlaku tidak hanya untuk permintaan individual, tetapi juga untuk permintaan pasar. Kalau harga suatu barang naik (ceteris paribus), lebih sedikit warga masyarakat yang mampu membelinya dari penghasilan mereka. Sebaliknya jika harga barang tertentu turun (ceteris paribus), semakin banyak orang yang dulu tidak mampu membelinya sekarang akan dapat menjangkaunya sehingga jumlah pembeli bertambah banyak. Hal ini disebut “income effect”.

2. Pengaruh Substitusi (Substitution effect)
Jika harga suatu barang naik, orang akan mencari barang lain yang fungsinya sama, tempi harganya lebih murah. Penggantian ini dengan istilah teknis disebut substitusi. Maka. gejala ini disebut “substimtion effect”.


3. Penghargaan Subjektif (Marginal Utility)
Andaikan seseorang hanya mempunyai satu celana saja yang baik. Maka, celana yang satu itu sungguh berarti bagi orang tersebut. Seandainya celana itu sobek, apakah ia akan bersedia mengeluarkan uang untuk membeli celana yang baru? Pasti, walau harganya mahal. Sebaliknya, kalau orang masih mempunyai sepuluh celana yang baik di lemari, ia tidak akan merasa kerugian besar kalau kehilangan celana yang satu itu, dan ia tidak begitu bersedia mengeluarkan uang untuk membeli celana lebih banyak lagi. jadi, makin banyak dari satu macam barang tertentu yang telah dimiliki, makin rendah penghargaan kita terhadap masing-masing satuan barang itu.
Tinggi rendahnya harga yang bersedia dibayar oleh konsumen untuk barang tertentu mencerminkan kegunaan atau kepuasan (Marginal) yang diperolehnya dari konsumsi barang tersebut. Gejala ini dikenal dengan name Hukum Semakin Berkurangnya Tambahan Kepuasan (Lou of Diminishing Marginal UOliys. LDMU).
Elastisitas penawaran mempunyai arti penting untuk para konsumen (seperti elastisitas permintaan terutama penting bagi para produsen). Kalau penawaran inelastis, pertambahan dalam permintaan masyarakat hanya akan dapat di layani dengan harga yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika penawaran elastis, ini berarti bahwa produksi segera dapat ditambah sehingga tambahan permintaan masyarakat tidak akan sangat menaikkan harga barang.

Selasa, 29 November 2011

Lonjakan Harga Beras di Akhir Tahun



Jakarta - Di akhir tahun ini pemerintah memprediksikan harga beras akan naik. Langkah antisipasi dilakukan dengan menjaga stok mencukupi sehingga laju inflasi tertahan.

Demikian disampaikan oleh Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan ketika ditemui di kantorn Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (18/11/2011).

"Sampai Desember yang paling kita takuti harga beras. Tapi perkembangan harga mingguan dan harian terlihat nggak banyak pemicu inflasi tahun ini. Walaupun ada secara gradual itu harga beras naik tapi tidak seperti peristiwa di 2010," jelas Rusman.

Dia mengatakan, tahun ini dipastikan produksi beras Indonesia menurun. Namun dia bisa memastikan produksi akan kembali naik di 2012.

"Saya sudah meyakinkan para petani bahwa nggak usah kecewalah kalau tahun 2011 misalnya produksi padi kita memang menurun karena kan memang tinggal dua bulan ini kan," kata Rusman.

Mantan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) ini yakin di 2012 akan ada kenaikan produksi beras yang tinggi. 

Harga beras Desember hingga Februari nanti menurut Rusman akan terus tinggi karena trennya memang seperti itu tiap tahun. Di akhir dan awal tahun panen tidak terjadi.

"Tapi mulai Maret kita menikmati deflasi dari harga beras dan itu berikan sumbangan. Bulan-bulan deflasi itu biasanya bulan-bulan harga beras turun juga," imbuh Rusman.

Di November ini Rusman memperdiksikan sumbangan beras terhadap inflasi mencapai 1-2%. Pemerintah tidak perlu mengimpor selama suplai bisa dijaga dengan baik.

Bank RI Boros Karena Iklim Ekonomi Tak Kondusif



Jakarta - Suku bunga kredit perbankan yang tinggi di Indonesia disebabkan karena perbankan tidak efisien alias boros. Perbankan boros karena kondisi ekonomi yang tidak kondusif.

"Memang bank kita tidak efisien, tapi yang membuat bank tidak efisien itu kan bukan karena keinginan bank, salah satunya sektor riil, infrastruktur, inflasi juga yang belum baik ini menyebabkan bank tidak efisien," jelas Pengamat Ekonomi Agustinus Prasetyantoko kepada wartawan di Gedung KPPU, Jakarta, Jumat (18/11/2011).

Menurut Prasetyantoko, tingginya bunga kredit dikarenakan bank sulit beradaptasi dengan lingkungan ekonomi makro. Bank-bank di negara ASEAN lain, sambungnya mampu lebih efisien karena inflasi yang rendah dan struktur perbankannya jelas.

"Kan aset bank-bank kita sangat berbeda jauh antara bank satu dengan yang lain. Otomatis ketika bank yang ingin menurunkan bunga kreditnya harus melihat bank-bank lain jika tidak ingin terjadi migrasi dana," paparnya.

Di tempat yang sama Komisaris Bank Mutiara, Eko B. Supriyanto menegaskan industri perbankan tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Namun kondisi dan struktur aset perbankan yang perlu dibenahi.

"Sektor perbankan tidak bisa disalahkan. Nah itu PR (pekerjaan rumah) di pemerintah juga untuk meningkatkan efisiensi di sektor riil, dan inflasi. Nah inflasi tinggi itu maka deposan minta suku bunga tinggi. Kalau inflasi bisa 2% itu suku bunga juga bisa ikut rendah," kata Eko.

Menurutnya, dengan tingginya suku bunga tersebut, maka tidak heran bila sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi target market paling seksi bagi perbankan saat ini. Karena sektor tersebut dinilai tidak sensitif untuk tingkat suku bunga.

Seperti diketahui tingkat suku bunga pinjaman perbankan di Tanah Air jauh lebih tinggi dibanding negara-negara kawasan Asia Tenggara. Selain faktor sektor riil, tingkat inflasi dinilai turut memberikan sumbangan yang tidak kalah besar.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memang memanggil beberapa kalangan bankir dan pengamat perihal struktur oligopoli di industri perbankan RI yang menyebabkan bank susah untuk menurunkan bunga kreditnya.

Pihak KPPU mengendus persaingan yang tidak sehat akibat adanya indikasi kartel bank dalam menetapkan bunga kreditnya.

Persepsi konsumen


Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu memilih, mengatur dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Persepsi mempunyai implikasi strategi bagi para pemasar, karena para konsumen mengambil keputusan berdasarkan apa yang mereka rasakan, daripada atas dasar realitas yang obyektif.

UNSUR-UNSUR PERSEPSI
·         SENSASI
Sensasi merupakan respon yang segera dan langsung dari alat panca indera terhadap stimuli yang sederhana (iklan, kemasan, merk). Stimulus adalah setiap unit masukan yang diterima oleh panca indera. Kepekaan konsumen merujuk pada pengalaman berupa sensasi. Kepekaan terhadap stimuli berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kualitas indera penerima individu dan besarnya atau intensitas stimuli yang dialaminya.

·         AMBANG ABSOLUT
Tingkat terendah dimana seseorang dapat mengalami sensasi disebut ambang absolut. Titik dimana seseorang dapat mengetahui perbedaan antara “ada sesuatu” dan “tidak ada apa-apa” merupakan ambang absolut orang itu terhadap stimulus tersebut. Dalam bidang persepsi, istilah penyesuaian diri khususnya merujuk pada “menjadi terbiasa” terhadap sensasi dan tingkat stimulasi tertentu.

·         AMBANG DIFERENSIAL (JUST NOTICEABLE DIFFERENCE)
Perbedaan terkecil (minimal) yang dapat dirasakan antara dua macam stimuli yang hampir serupa disebut ambang diferensial atau just noticeable difference (perbedaan yang masih dapat dilihat) disingkat j.n.d. Ernest Weber seorang ilmuwan Jerman abad 19 menemukan bahwa j.n.d. antara dua stimuli tidak merupakan jumlah absolut tetapi jumlah relative atas intensitas stimulus pertama. Hukum Weber menyatakan bahwa semakin besar stimulus pertama, semakin besar intensitas tambahan yang dibutuhkan supaya stimulus kedua dapat dirasakan perbedaannya.

Aplikasi j.n.d ke Pemasaran 
Para produsen dan pemasar berusaha menetapkan j.n.d. yang relevan untuk produk mereka karena dua alasan yang sangat berbeda yaitu:
1.    Supaya berbagai perubahan negatif (misalnya, pengurangan ukuran atau kualitas produk, atau peningkatan harga produk) tidak dapat dengan mudah dilihat oleh publik (tetap dibawah j.n.d.),
2.    Supaya perbaikan produk (seperti kemasan yang diperbaharui, ukuran yang diperbesar, atau harga yang lebih rendah) sangat jelas bagi para konsumen tanpa pemborosan yang tidak berguna (berada di tingkat atau sedikit di atas j.n.d.).
PERSEPSI SUBLIMINAL
Kebanyakan stimuli dirasakan oleh para konsumen di atas tingkat kesadaran mereka, tetapi stimuli yang lemah dapat dirasakan di bawah tingkat kesadaran, yaitu dapat merasakan stimuli tanpa secara sadar telah melakukannya. Stimuli yang terlalu lemah untuk terlihat atau terdengar secara sadar mungkin akan cukup kuat untuk dapat disadari oleh satu sel atau lebih penerima, proses ini disebut persepsi subliminal. Persepsi stimuli yang berada di atas tingkat kesadaran secara teknis disebut persepsi supraliminal walaupun biasanya agar lebih sederhana biasa disebut persepsi.

Riset Mengenai Persepsi Subliminal
Riset menyangkal pendapat bahwa stimuli subliminal mempengaruhi keputusan membeli konsumen. Serangkaian eksperimen laboratorium yang sangat imajinatif dan diadakan mengikuti dengar pendapat publik tersebut mendukung pendapat bahwa individu dapat merasakan sesuatu di bawah tingkat kesadaran mereka, tetapi tidak menemukan bukti bahwa mereka dapat dibujuk untuk bertindak sebagai respon terhadap stimulasi subliminal.
Mengevaluasi Keefektifan Persuasi Subliminal

Suatu tinjauan literatur menyatakan bahwa riset persepsi subliminal berdasarkan pada dua pendekatan teoritis, yaitu:

  1. Pengulangan stimuli yang sangat lemah secara terus-menerus mempunyai pengaruh tambahan yang memungkinkan stimuli itu membangun daya tanggapan terhadap berbagai penyajian.
  2. Stimuli seksual subliminal menimbulkan motivasi seksual yang tidak disadari
Meskipun demikian, belum ada studi yang menunjukkan bahwa salah satu pendekatan teoritis ini telah digunakan secara efektif oleh para pemasang iklan untuk meningkatkan penjualan. Ringkasnya, walaupun ada bukti bahwa stimuli subliminal dapat mempengaruhi reaksi afektif, namun tidak ada bukti bahwa stimulasi subliminal dapat mempengaruhi motif atau tindakan konsumsi.

DINAMIKA PERSEPSI
Individu sangat selektif mengenai stimuli mana yang mereka “akui”, secara tidak sadar mengorganisir stimuli yang benar-benar mereka akui menurut prinsip-prinsip psikologis yang dipegang secara luas dan menginterpretasikan stimuli tersebut secara subyektif sesuai dengan kebutuhan, harapan, dan pengalaman. Tiga aspek persepsi adalah seleksi, organisasi, dan interprestasi stimuli.

SELEKSI BERDASARKAN PERSEPSI
Para konsumen secara tidak sadar banyak menggunakan kemampuan memilih aspek-aspek lingkungan mana (stimuli mana) yang mereka rasakan. Stimuli mana yang terpilih tergantung pada dua faktor utama selain sifat stimulus itu sendiri, yaitu:
1.    Pengalaman konsumen sebelumnya, karena hal tersebut mempengaruhi harapan-harapan mereka (apa yang mereka siapkan atau “tetapkan” untuk dilihat),
2.    Motif mereka pada waktu itu (kebutuhan, keinginan, minat, dan sebagainya).
Setiap faktor ini dapat membantu meningkatkan atau mengurangi kemungkinan bahwa suatu stimulus akan dirasakan.

Berbagai Konsep Penting Mengenai Persepsi Selektif
Pemilihan stimuli konsumen dari lingkungan berdasarkan pada interaksi berbagai harapan dan motif mereka dengan stimulus itu sendiri. Prinsip persepsi yang selektif meliputi konsep-konsep berikut ini: pembukaan diri yang selektif, perhatian yang selektif, pertahanan terhadap persepsi, dan halangan persepsi.


PENGELOMPOKAN PERSEPSI
Para konsumen mengorganisasikan semua persepsi mereka menjadi satu keseluruhan. Prinsip-prinsip khusus yang mendasari pengelompokkan persepsi seringkali disebut psikologi Gestalt. Tiga prinsip yang paling dasar adalah figur dan dasar, pengelompokan, dan penyelesaian.

INTERPRETASI PENAFSIRAN PERSEPSI
Penafsiran stimuli sangat subyektif dan didasarkan pada apa yang diharapkan konsumen untuk dilihat dari pengalaman sebelumnya, banyaknya penjelasan yang masuk akal yang dapat dibayangkannya, motif dan minat pada waktu timbulnya persepsi, dan kejelasan stimulus itu sendiri. Pengaruh yang cenderung menyimpangkan penafsiran yang obyektif diantaranya:
·      Penampilan fisik,
·      Stereotip,
·      Berbagai petunjuk (isyarat) yang tidak relevan,
·      Kesan pertama, dan
·      Kecenderungan mengambil keputusan yang terlalu cepat

BERBAGAI CITRA KONSUMEN
Sebagaimana para individu merasakan citra diri sendiri, mereka juga merasakan citra produk dan citra merk. Produk dan merk mempunyai nilai simbolis bagi individu, yang menilainya atas dasar konsistensi (kesesuaian) dengan gambaran pribadi mengenai diri sendiri.

PENGATURAN DAN PENGATURAN ULANG POSISI PRODUK
Citra yang dipunyai produk tertentu dalam pikiran konsumen yaitu pengaturan posisinya, yang mungkin lebih penting bagi sukses akhir daripada karakteristik produk yang sebenarnya. Produk dan jasa yang dirasa menyenangkan mempunyai peluang yang jauh lebih baik untuk dibeli daripada produk dan jasa yang mempunyai citra tidak menyenangkan atau netral. Tanpa memperhatikan seberapa baik posisi produk tertentu, pemasar mungkin terpaksa mengatur ulang posisi produk untuk merespon peristiwa pasar (seperti pesaing mengurangi pangsa pasar merknya), atau memenuhi perubahan kelebih-sukaan konsumen, dan lain sebagainya.

PENGATURAN POSISI JASA
Dibandingkan dengan perusahaan pabrikan, para pemasar jasa menghadapi beberapa masalah yang unik dalam mengatur posisi dan mempromosikan penawaran. Karena jasa tidak dapat dilihat, citra menjadi faktor kunci dalam membedakan faktor jasa dari para pesaingnya. Dengan demikian, tujuan pemasaran adalah untuk memungkinkan konsumen menghubungkan suatu citra khusus dengan merk khusus.

PANDANGAN ATAU PERSEPSI MENGENAI HARGA
Bagaimana konsumen memandang harga tertentu (tinggi, rendah, wajar) mempunyai pengaruh yang kuat terhadap maksud membeli dan kepuasan membeli. Para konsumen mengandalkan harga acuan internal maupun eksternal ketika menilai kewajaran harga. Harga acuan adalah setiap harga yang digunakan konsumen sebagai dasar perbandingan dalam menilai harga lain. Harga acuan internal adalah harga-harga (rentang harga) yang didapat kembali oleh konsumen dari ingatan.

KUALITAS YANG DIRASAKAN ATAU DIPERSEPSIKAN
Para konsumen sering menilai kualitas suatu produk atau jasa berdasarkan berbagai macam isyarat informasi, beberapa diantaranya intrinsik terhadap produk (seperti, warna, ukuran, rasa, aroma), sedangkan yang lain bersifat ekstrinsik (misalnya, harga, citra toko, citra merk, lingkungan jasa). Dalam keadaan tidak adanya pengalaman langsung atau informasi lain, parakonsumen sering mengandalkan harga sebagai indikator kualitas.

Skala SERVQUAL, dirancang untuk mengukur kesenjangan harga antara harapan pelanggan mengenai pelayanan dan persepsi konsumen mengenai pelayanan yang diberikan, yang didasarkan pada lima dimensi berikut ini:
1.    Nyata, penampilan fasilitas fisik, peralatan, personalia, dan alat-alat komunikasi.
2.    Reliabilitas, kemampuan menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan, yang bisa diandalkan dan akurat.
3.    Daya tangkap, kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat.
4.    Jaminan, pengetahuan dan sopan santun karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
5.    Empati, kepedulian dan perhatian perorangan yang diberikan perusahaan kepada pelanggan.
CITRA TOKO RITEL
Toko-toko ritel (toko eceran) mempunyai citra toko itu sendiri yang membantu mempengaruhi kualitas produk yang dirasakan, maupun keputusan konsumen mengenai dimana akan berbelanja. Suatu studi mengenai citra toko ritel yang didasarkan pada strategi penetapan harga komparatif menemukan bahwa para konsumen cenderung menganggap toko-toko yang menawarkan diskon kecil pada sejumlah barang sebagai toko yang secara keseluruhan menawarkan harga-harga yang lebih rendah daripada toko-toko pesaing yang memberikan diskon yang lebih besar pada lebih sedikit produk

CITRA PABRIKAN
Citra konsumen meluas melampaui harga dan citra toko yang dirasakan terhadap produsennya sendiri. Pabrikan yang menikmati citra yang baik biasanya merasakan bahwa berbagai produk mereka yang baru lebih mudah diterima daripada produk pabrikan yang mempunyai citra yang kurang baik atau citra yang netral.

RISIKO YANG DIRASAKAN
Para konsumen sering merasa adanya risiko dalam melakukan pilihan produk karena adanya ketidakpastian mengenai konsekuensi keputusan produk mereka. Tipe risiko utama yang paling sering dirasakan para konsumen ketika mengambil keputusan mengenai produk meliputi:
·      Risiko Fungsional adalah risiko bahwa produk tidak mempunyai kinerja seperti yang diharapkan.
·      Risiko Fisik adalah risiko terhadap diri dan orang lain yang dapat ditimbulkan produk.
·      Risiko Keuangan adalah risiko bahwa produk tidak akan seimbang dengan harganya.
·      Risiko Sosial adalah risiko bahwa pilihan produk yang jelek dapat menimbulkan rasa malu dalam lingkungan social.
·      Risiko Psikologis adalah risiko bahwa pilihan produk yang jelek dapat melukai ego konsumen.
·      Risiko Waktu adalah risiko bahwa waktu yang digunakan untuk mencari produk akan sia-sia jika produk tersebut tidak bekerja seperti yang diharapkan.
Para konsumen mengembangkan strategi mereka sendiri untuk mengurangi resiko yang diharapkan meliputi:
·      Konsumen mencari informasi,
·      Konsumen setia kepada merk,
·      Konsumen memilih berdasarkan citra merk,
·      Konsumen mengandalkan citra toko (pedagang ritel yang mempunyai nama baik),
·      Konsumen membeli model yang termahal,
·      Konsumen memberi jaminan.