KATA
PENGANTAR
Puji serta syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, atas rahmat dan karunianya akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”. Adapun
terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, itu merupakan fakta asli
kemampuan manusia yang pada dasarnya tidak pernah luput dari khilaf dan salah.
Makalah ini saya tulis untuk memenuhi salah satu
syarat dalam melaksanakan tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi, jurusan Akuntansi
Jenjang S1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
Dengan segala keterbatasan, saya memohon para pembaca
untuk mengkoreksi apabila ada hal-hal yang kurang tepat pada makalah saya ini.
Saya mengharapkan semoga makalah ini dapat memberi wawasan lebih tentang Hukum
Perikatan dan bermanfaat bagi para pembaca.
Bekasi, Mei 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi
arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ).
Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan
kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti
Monopoli.
1.2 Rumusan Masalah
- Pengertian
- Azas dan Tujuan
- Kegiatan yang dilarang
- Perjanjian yang dilarang
- Hal-hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
- Sanksi
1.3 Tujuan
Memberikan
informasi kepada pembaca tentang Kegiatan dan perjanjian yang dilarang dalam
persaingan usaha tidak sehat, serta fungsi dan tugas dari KPPU.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Secara
etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti
sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara
sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana
hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa
tertentu.
“Antitrust”
untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah
“dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti
istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu
“kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah
“monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling
dipertukarkan pemakaiannya.
Keempat
istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang
menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi
yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk
menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan
pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999
tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang
Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
(1) Undang-undagn Anti Monopoli). Sementara yang dimaksud dengan “praktek
monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih
pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang
dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Anti Monopoli.
2.2 Azas Dan Tujuan
Dalam
melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi
ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai
berikut :
- Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
- Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil.
- Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
- Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha.
2.3 Kegiatan yang dilarang
Bagian
Pertama Monopoli Pasal 17 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku
usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
- barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada
substitusinya
- mengakibatkan pelaku usaha lain tidak
dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama
- satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Bagian
KeduaMonopsoni Pasal 18
1. Pelaku
usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas
barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku
usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen)
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian
Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau
beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
berupa:
1. menolak
dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar bersangkutan
2. mematikan
usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi
dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa
yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian
Keempat Persekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak
lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal
23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan
informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia
perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
Pasal
24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan
maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar
bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan
waktu yang dipersyaratkan.
2.4 Perjanjian
yang dilarang
- Oligopoli
Adalah
keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit,
sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
- Penetapan harga
Dalam
rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara
lain :
a. Perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang
sama
b. Perjanjian
yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
c. Perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
d. Perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau
jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya
dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
e. Pembagian
wilayah
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau
jasa.
f. Pemboikotan
Pelaku
usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
g. Kartel
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud
untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu
barang dan atau jasa.
h. Trust
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih
besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap
perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi
dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
i. Oligopsoni
Keadaan
dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
j. Integrasi
vertikal
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan
hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung
maupun tidak langsung.
k. Perjanjian
tertutup
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu
dan atau pada tempat tertentu.
l.
Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2.5 Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal
yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
- Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak
tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
a. Oligopoli
b. Penetapan
harga
c. Pembagian
wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Integrasi
vertikal
i. Perjanjian
tertutup
j.
Perjanjian dengan pihak luar negeri
- Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak
baik untuk persaingan pasar,
yang
meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan
pasar
d. Persekongkolan
- Posisi dominan, yang meliputi :
a. Pencegahan
konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
b. Pembatasan
pasar dan pengembangan teknologi
c. Menghambat
pesaing untuk bisa masuk pasar
d. Jabatan
rangkap
e. Pemilikan
saham
f. Merger,
akuisisi, konsolidasi
2.6 Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia
yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
2.7 Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal
36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU
juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur
mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal
48
(1)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal
16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal
20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal
49
Dengan
menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a.
pencabutan izin usaha; atau
b.
larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c.
penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan
timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan
ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak
menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau
penyidikan dalam konteks pidana
SUMBER :
- http://madewahyudisubrata.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html
- http://eghasyamgrint.wordpress.com/2011/05/29/pengertian-persaingan-usaha-tidak-sehat/
- http://fikaamalia.wordpress.com
- http://watawarga.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar